agaknya kata-kata di atas akan saya persembahkan untuk diri saya sendiri yang sudah satu tahun ini absen nge-blog. nampaknya banyak sekali hal yang membuat saya sendiri malas menulis. iya, saya harus mengakui bahwa satu tahun ini saya enggan sekali mulai menulis.
saya tidak akan mengatakan saya sibuk karena kalimat "saya sibuk" menurut saya terlampau egois bahkan untuk diri saya sendiri. saya selalu berprinsip bahwa tidak ada manusia yang terlalu sibuk untuk melakukan apapun karena yang ada hanyalah manusia yang tidak mampu mengatur waktu dan manusia yang tidak mengerti prinsip prioritas. semoga tahun ini saya lebih istiqomah menulis, apapun itu. Allahumma amin.
banyak sekali hal yang terjadi satu tahun terakhir ini baik yang positif maupun negatif. satu hal yang seolah begitu lekat di hati saya meskipun saya tidak dekat sedikitpun (secara fisik) dengan beliau adalah berpulangnya belahan jiwa dari salah satu sosok yang saya kagumi yaitu istri dari Gus Mus atau Ahmad Mustofa Bisri.
saya mengikuti beliau di beberapa media sosial karena beliau aktif berdakwah melalui media tersebut. begitu mengetahui kabar tersebut entah bagaimana hati ini ikut berduka. hati ini seolah bisa memahami apa yang dirasakan oleh Gus Mus. bagaimana bisa?
setelah saya amati, hal ini saya rasakan lebih kurang karena beliau menulis beberapa sajak pendek selepas kepergian istri beliau. sajak-sajak tersebut beliau tulis di akun media sosial beliau yang saya ikuti. dengan tuturan kata yang sederhana, beliau mampu dengan mudah membawa pembaca mengolah rasa. berikut adalah salah satu contoh sajak yang beliau tulis.
- sidik jari -
di sini
sidik jarimu ada
di mana-mana
ada di daun pintu
ada di jendela
ada di seantero
ruang ini
maka alibimu
tak bisa diterima
kau tak mungkin
di tempat lain.
(Gus Mus - Awal Syawal 1437)
bagaimana mungkin hati ini tidak berdesir membaca kalimat yang demikian indah.
bagaimana mungkin air mata ini tak mengalir mengurai rasa yang nampak gundah.
bagaimana mungkin.
bagaimana mungkin jiwa tak bahagia tersembunyi lewat paparan huruf dan rima.
bagaimana mungkin kubisa tertawa kecuali dalam panggung penuh pura-pura.
bagaimana mungkin.
(Fifit, 12 Februari 2017)
beliau adalah satu dari sekian sosok yang menjadi inspirasi saya menulis, menulis apapun itu. saya adalah penikmat susunan kata beliau yang selalu indah dan sederhana. di balik kesederhanaan itulah muncul makna yang luas, universal, dan menentramkan jiwa.
semoga senantiasa sehat, Gus agar bisa terus berdakwah dan berkarya. Allahumma amin.
0 Comments:
Post a Comment